Kisah Nabi Ismail 'Alayhissalam dan Ibunya Hajar
Ini adalah kisah yang panjang dan
alurnya mengalir jelas. Peristiwanya
gamblang, yang menceritakan tentang bapak kita Ismail bin Khalilullah Ibrahim โAlayhi Salam dan
tentang ibu kita Hajar Ummu Ismail. Semua
orang Arab adalah keturunan Ismail. Ada
yang menyatakan bahwa sebagian orang Arab berasal dari asal-usul Arab kuno yang bukan anak keturunan Ismail.
Ibu kita Hajar adalah wanita Mesir yang
dihadiahkan oleh penguasa dzalim
Mesir kepada Sarah dalam sebuah kisah yang akan disebutkan selanjutnya.
Manakala Ibrahim belum kunjung
dikaruniai anak dari istrinya, Sarah, maka Sarah memberikan hamba sahayanya kepada
Ibrahim untuk dinikahi dengan harapan bahwa darinya
Allah akan memberi anak. Hajar pun
hamil dan melahirkan Ismail di bumi
yang penuh berkah, Palestina. Rasulullah
Shallallahu โalaihi wa Salam menceritakan kisah Hajar kepada kita, apa yang terjadi antara dia dengan Sarah
dan bagaimana Allah memerintahkan
Ibrahim agar pindah bersama Hajar
dan Ismail ke belahan bumi termulia (Makkah).
Rasulullah Shallallahu โalaihi wa Salam
menjelaskan kondisi tempat di mana Hajar dan putranya, Ismail, berdiam. Beliau
menjelaskan kepada kita tentang Ibrahim
yang meninggalkan keduanya di tempat
yang sepi, tanpa makanan, minuman dan penduduk. Beliau juga menjelaskan apa yang terjadi dengan Hajar
dan Ismail sepeninggal Ibrahim sampai
akhirnya Ibrahim dan Ismail membangun
Baitullah Al-Haram sebagai rumah pertama yang diletakkan untuk manusia.
Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya
dari Said bin Jubair yang
berkata bahwa Ibnu Abbas berkata, "Wanita pertama yang membuat ikat pinggang adalah ibu Ismail. Hal itu ia
lakukan agar dapat menutupi jejak
kakinya dari Sarah. Kemudian Ibrahim
membawa istri dan putranya, Ismail, yang masih disusuinya. Hingga akhirnya Ibrahim menempatkan
keduanya di dekat Baitullah di sisi
sebuah pohon besar di atas sumur Zamzam
di bagian atas Masjidil Haram.
Pada saat itu Makkah tidak berpenghuni seorang pun, dan
tidak ada air. Beliau meninggalkan
keduanya, juga meletakkan sebuah kantong berisi kurma dan kantong kulit berisi air. Ketika Ibrahim
melangkah pergi, Hajar menyusulnya
seraya bertanya, "Wahai Ibrahim, ke mana
engkau akan pergi? Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusia pun dan
tidak ada sesuatu pun?" Hajar
terus-menerus menanyakan hal itu, dan
Ibrahim tidak menoleh kepadanya. Maka Hajar bertanya kembali, "Apakah Allah yang menyuruhmu melakukan
ini?"
Ibrahim menjawab, "Ya."
Hajar pun berucap, "Kalau memang demikian, Dia tidak akan mengabaikan kami."
Selanjutnya Hajar kembali. Ibrahim terus berjalan hingga ketika sampai di sebuah
bukit di mana mereka tidak
melihatnya, beliau menghadapkan wajahnya ke
Baitullah, lalu berdoa dengan beberapa kalimat seraya mengangkat kedua tangannya dan mengucapkan, "Ya
Tuhan kami, sesungguhnya aku telah
menempatkan sebagian keturunanku
di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan
kami, (yang demikian itu) agar
mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah
hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berikanlah rizki kepada mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan
mereka bersyukur." (QS. Ibrahim: 37)
Hajar menyusui Ismail dan meminum
dari air yang berada di dalam
kantong kulit. Air sudah habis, ia merasa kehausan, demikian pula putranya yang merengek-rengek kehausan.
Ia pun pergi karena tidak tega
melihatnya. Hingga ia menemukan Shafa,
gunung yang paling dekat dengannya. Maka ia berdiri di atasnya, menghadap ke lembah sambil melihat-lihat
adakah seseorang, tetapi dia tidak
melihat seorang pun. Setelah turun dari
Shafa, ia sampai di lembah, ia mengangkat ujung bajunya dan berusaha keras seperti orang yang berjuang
mati-matian, hingga berhasil melewati
lembah. Lalu dia mendatangi Marwah, berdiri
di atasnya sembari melihat apakah ada seseorang yang dapat dilihatnya, tetapi dia tetap tidak melihat
seorang pun. Dia melakukan hal itu sebanyak
tujuh kali."
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi
Shallallahu โalaihi wa Salam
berkata, "Karena hal inilah orang-orang melakukan sa'i di antara keduanya (Shafa dan Marwah)."
Ketika mendekati Marwah, ia mendengar sebuah suara. Ia
pun berkata kepada dirinya, "Diam.
Kemudian ia berusaha mendengar
lagi hingga ia pun mendengarnya. Lalu ia berkata, "Engkau telah memperdengarkan. Adakah Engkau
dapat menolong?" Tiba-tiba ia
mendapatkan Malaikat di tempat sumber
air Zamzam. Kemudian Malaikat itu menggali tanah dengan tumitnya -dalam riwayat lain, dengan sayapnya-
hingga muncullah air. Ia membendung
air dengan tangannya. Ia menciduk
dan memasukkan air itu ke kantongnya. Air itu terus mengalir deras setelah ia menciduknya."
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi
Shallallahu โalaihi wa Salam
bersabda, "Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada ibu Ismail, jika saja ia membiarkan Zamzam.โ Atau
beliau bersabda, โSeandainya ia
tidak menciduk airnya, niscaya Zamzam
menjadi mata air yang mengalir."
Lebih lanjut, Ibnu Abbas mengatakan
bahwa kemudian ia meminum
air itu dan menyusui anaknya. Lalu Malaikat berkata kepadanya, "Janganlah engkau khawatir akan disia-siakan,
karena di sini terdapat sebuah rumah Allah yang akan
dibangun oleh anak ini
dan bapaknya. Dan sesungguhnya Allah tidak akan menelantarkan penduduknya."
Posisi rumah Allah itu terletak lebih
tinggi dari permukaan bumi, seperti sebuah anak bukit yang diterpa banjir sehingga mengikis bagian kiri dan
kanannya. Kondisi ibu Ismail terus
seperti itu sampai sekelompok Bani Jurhum
atau sebuah keluarga dari kalangan Bani Jurhum melewati mereka. Mereka datang melalui jalan Keda'.
Kemudian mereka mendiami daerah
Makkah yang paling bawah. Mereka melihat
seekor burung berputar di angkasa, mereka berkata, "Burung itu pasti sedang mengitari air. Kita
mengenal bahwa di lembah ini tidak ada
air." Mereka pun mengutus satu atau dua orang. Ternyata utusan itu menemukan air. Lalu mereka
kembali dan memberitahukan perihal air tersebut. Maka
mereka pun datang.
Ibnu Abbas selanjutnya menceritakan,
"Ibu Ismail ketika
itu masih berada di sumber air tersebut. Maka mereka pun bertanya kepadanya, 'Apakah engkau mengizinkan
kami untuk singgah di sini?โ โYa,
tetapi kalian tidak berhak atas air ini,โ
jawab ibu Ismail. Mereka pun menyahut, โBaiklah.โ
Kemudian, lanjut Ibnu Abbas, Nabi
Shallallahu โalaihi wa Salam pun bersabda, "Maka ibu Ismail menerima hal itu,
karena ia memerlukan teman."
Mereka pun singgah di sana dan mengirimkan
utusan kepada keluarga mereka agar ikut datang dan menetap di sana bersama mereka. Hingga berdirilah
beberapa rumah. Akhirnya sang bayi (Ismail) pun tumbuh
besar dan belajar bahasa Arab dari
mereka, serta menjadi orang yang paling dihargai dan dikagumi ketika
menginjak usia remaja.
Setelah dewasa mereka menikahkannya
dengan seorang wanita dari
kalangan mereka. Setelah itu ibu Ismail
meninggal dunia. Setelah Ismail menikah, Ibrahim
datang untuk mencari yang dulu ditinggalkannya, tetapi ia tidak menemukan Ismail di sana. Lalu Ibrahim
menanyakan keberadaan Ismail kepada
istrinya (menantu Ibrahim). Istri Ismail
menjawab, "Ia sedang pergi mencari nafkah untuk kami." Kemudian Ibrahim menanyakan perihal kehidupan dan
keadaan mereka, maka istrinya
menjawab, "Kami berada dalam kondisi yang buruk. Kami hidup dalam kesusahan dan
kesulitan." Ia mengeluh
kepada Ibrahim. Ibrahim pun berpesan, "Jika suamimu datang, sampaikan salamku kepadanya dan
katakan kepadanya agar mengubah palang pintunya."
Ketika Ismail datang, seolah-olah ia merasakan
sesuatu, kemudian ia bertanya,
"Apakah ada orang yang datang mengunjungimu?" "Ya, kami didatangi seorang yang sudah tua,
begini dan begitu, lalu
ia menanyakan kepada kami mengenai dirimu, dan aku memberitahukannya. Selain itu, ia pun menanyakan ihwal
kehidupan kita di sini, maka aku pun menjawab bahwa
kita hidup dalam kesulitan dan
kesusahan," jawab istrinya. "Apakah
ia berpesan sesuatu kepadamu?" tanya Ismail. Istrinya menjawab, "Ia menitipkan salam kepadaku untuk aku
sampaikan kepadamu dan menyuruhmu agar mengubah palang
pintu rumahmu."
Ismail pun berujar, "Ia adalah
ayahku. Ia menyuruhku
untuk menceraikanmu. Karenanya, kembalilah engkau kepada keluargamu." Maka Ismail menceraikannya,
lalu mengawini wanita lain dari
Bani Jurhum. Ibrahim tidak mengunjungi
mereka selama beberapa waktu.
Setelah itu Ibrahim mendatanginya,
namun ia tidak juga mendapatinya.
Kemudian ia menemui istrinya dan menanyakan perihal keadaan Ismail. Maka istrinya menjawab,
"Ia sedang pergi mencari nafkah untuk
kami." "Bagaimana keadaan dan kehidupan
kalian?" tanya Ibrahim. Istri Ismail menjawab, "Kami baik-baik saja dan berkecukupan." Seraya memuji
(bersyukur kepada) Allah Subhanahu wa
Taโala. Kemudian Ibrahim bertanya,
"Apa yang kalian makan?" Istri Ismail menjawab, "Kami memakan daging." "Apa yang kalian
minum?" lanjut Ibrahim.
Istri Ismail menjawab, "Air." Kemudian Ibrahim berdoa, "Ya Allah, berkatilah mereka pada daging
dan air."
Selanjutnya Nabi Shallallahu โalaihi
wa Salam bersabda, "Pada saat itu mereka belum mempunyai makanan berupa
biji-bijian. Seandainya mereka
memilikinya, niscaya Ibrahim akan mendoakannya
supaya mereka diberikan berkah pada biji-bijian itu." Lebih lanjut Ibnu Abbas berkata, "di luar
Makkah, kedua jenis itu (daging dan air)
bisa didapatkan dengan mudah, hanya saja
keduanya tidak cocok (sebagai makanan pokok)." Ibrahim berpesan, "Jika suamimu datang, sampaikan salamku
kepadanya dan suruh ia untuk memperkokoh palang
pintunya." Ketika datang, Ismail
bertanya, "Apakah ada orang yang datang mengunjungimu?" Istrinya menjawab, "Ya, ada
orang tua yang berpenampilan sangat bagus
โseraya memuji Ibrahim- dan ia menanyakan
kepadaku perihal dirimu, lalu kuberitahukan. Setelah itu ia menanyakan perihal kehidupan kita, maka
aku menjawab bahwa kita baik-baik
saja." "Apakah ia berpesan
sesuatu hal kepadamu?" tanya Ismail. Istrinya menjawab, "Ya, ia menyampaikan salam
kepadamu dan menyuruhmu agar memperkokoh
palang pintumu." Lalu Ismail berkata,
"Ia adalah ayahku. Engkaulah palang pintu yang dimaksud. Ia menyuruhku untuk tetap hidup rukun
bersamamu."
Kemudian Ibrahim meninggalkan mereka
selama beberapa waktu.
Setelah itu ia datang kembali, ketika itu Ismail tengah meraut anak panah di bawah pohon besar dekat sumur
Zamzam. Ketika melihatnya, Ismail bangkit. Keduanya
melakukan apa yang biasa dilakukan oleh anak dengan
ayahnya dan ayah dengan anaknya jika
bertemu. Ibrahim berkata, "Wahai
Ismail, sesungguhnya Allah memerintahkan sesuatu kepadaku." "Laksanakanlah apa yang telah
diperintahkan Tuhanmu itu," sahut
Ismail. Ibrahim pun bertanya, "Apakah engkau akan membantuku?" "Aku pasti akan
membantumu," jawab Ismail. Ibrahim
bertutur, "Sesungguhnya Allah menyuruhku
untuk membangun sebuah rumah di sini." Seraya menunjuk ke anak bukit kecil yang letaknya lebih
tinggi dari sekelilingnya.
Ibnu Abbas pun melanjutkan ceritanya
bahwa pada saat itulah keduanya
meninggikan pondasi Baitullah. Ismail mengangkat batu, sedang Ibrahim memasangnya. Ketika bangunan itu
sudah tinggi, dia meletakkan
sebongkah batu untuk dijadikan pijakannya.
Ibrahim berdiri di atasnya sambil memasang batu, sementara Ismail menyodorkan batu-batu kepadanya.
Keduanya pun berdoa, "Ya Tuhan
kami, terimalah dari kami (amalan kami).
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 127)
Ibnu Abbas meneruskan, bahwa keduanya
terus membangun hingga
menyelesaikan seluruh bangunan Baitullah. Keduanya berdoa, "Ya Tuhan kami, terimalah dari kami
(amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(QS. Al-Baqarah: 127)
PENJELASAN HADITS
Di dalam hadits ini Rasulullah
Shallallahu โalaihi wa Salam menyampaikan kepada kita tentang kisah bapak kita,
Ismail, dan ibunya, Hajar, yang
tinggal di tanah suci Makkah. Keduanya adalah
orang pertama yang tinggal di sana. Tempat keduanya tinggal adalah belahan bumi tersuci di muka bumi ini,
yang terdapat Baitul Haram. Di
sanalah kaum muslimin berhaji. Di sanalah
mereka menghadap dalam shalat. Di sanalah wahyu turun kepada Ismail dan orang setelahnya, yaitu Rasul
termulia Muhammad Shallallahu โalaihi
wa Salam.
Penyebab keluarnya Hajar dari
Palestina ke Makkah adalah persoalan yang terjadi antara Hajar dan Sarah setelah
Hajar melahirkan Ismail. Hajar
terpaksa menjauh dari Sarah manakala dirinya
tidak merasa aman di sisinya, sebagaimana hal itu diisyaratkan oleh hadits. Rasulullah Shallallahu
โalaihi wa Salam menyampaikan kepada kita
bahwa dalam kepergiannya Hajar menyeret
bajunya di belakangnya untuk menghapus jejak kakinya agar Sarah tidak mengetahui ke mana dia pergi.
Dan Allah memerintahkan Ibrahim agar memindahkan Hajar
dan putranya ke Baitullah, tempat jauh
yang tidak bisa dijangkau oleh
kendaraan kecuali dengan kelelahan jiwa. Ini
adalah perkara yang mungkin sulit dan berat bagi Ibrahim yang sudah tua, yang diberi anak Ismail dalam usia
lanjut.
Perkaranya bertambah sulit manakala
Ibrahim meletakkan belahan
jiwanya dan ibunya di tempat yang sepi tanpa air, tanpa makanan dan tanpa penduduk. Akan tetapi Allah memiliki hikmah yang mendalam.
Walaupun secara lahir perkara itu
sulit dan berat, akan tetapi ia banyak memuat
rahmat dan kebaikan. Dan kita melihat rahmat dan kebaikan ini pada hari ini secara jelas dan gamblang.
Dengan didiami oleh Ismail, daerah
itu tumbuh menjadi sebuah kota tempat
dibangunnya Baitullah yang banyak direalisasikan ibadah-ibadah, syiar-syiar dan segala kebaikan.
Dengannya Ibrahim dan Ismail
memperoleh pahala dan balasan yang tidak diketahui
kecuali oleh Allah. Itu adalah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan Allah adalah Pemilik karunia yang besar.
Ibrahim membawa anak kecil, Ismail,
dan ibunya dari tanah yang
penuh berkah dengan udaranya yang sejuk, kebunnya yang hijau, airnya yang mengalir ke lembah itu, dan
kemudian meletakkan keduanya di bawah
pohon. Lalu dia meninggalkannya tanpa
berpikir untuk membangunkan rumah sebagai
tempat berlindung keduanya. Dia juga tidak mencarikan orang-orang yang bersedia tinggal di sisinya untuk
melindunginya dari ancaman para begal atau serangan
binatang buas.
Allah telah memerintahkan Ibrahim
agar meninggalkan keduanya
di lembah itu, maka dia pun melakukan seperti yang Allah perintahkan kepadanya. Dia menyerahkan keduanya
kepada Allah, karena Dialah yang memerintahkannya
untuk melakukan itu. Tentunya, Dia
mampu melindungi keduanya, memberi
makan dan minum kepada keduanya, serta menghibur keterasingan keduanya. Ibrahim tidak mempedulikan
protes Hajar yang membuntutinya.
Hajar berkata, "Engkau membiarkan
kami dan pergi begitu saja?" Hajar mengulang itu berkali-kali, sementara Ibrahim tidak meladeninya. Ini
adalah perintah Allah, dan perintah
Allah tidak boleh dibantah. Inilah Islam
di mana Ibrahim membawa dirinya kepadanya. "Ketika Tuhannya berfirman kepadanya, 'Tunduk patuhlah!'
Ibrahim menjawab,
'Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam." (QS. Al-Baqarah: 131)
Manakala Hajar merasa gagal mengorek
jawaban, dia berkata, "Apakah
Allah yang memerintahkanmu untuk melakukan ini?" Ibrahim menjawab, "Ya." Pada saat itu tenanglah
hati dan jiwa Hajar. Seorang mukmin
mengetahui bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan
orang yang menjawab perintah-Nya dan mewujudkan
keinginan-Nya. Ibrahim terus berjalan
pulang. Ketika sampai di Tsaniyah dan tidak
terlihat oleh Hajar, dia berhenti menghadap ke arah Baitullah, mengangkat kedua tangannya ke langit dan
berbisik kepada Tuhannya, "Ya
Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan
sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan
kami, (yang demikian itu) agar mereka
mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah
mereka dari bauh-buahan, mudah-mudahan
mereka bersyukur." (QS. Ibrahim:
37). Allah telah mengabulkan doanya dan merealisasikan
harapannya.
Ibu Ismail tinggal selama
berhari-hari. Dia minum dari kantong air yang ditinggalkan oleh Ibrahim untuknya dan makan
kurma serta menyusui putranya.
Akan tetapi kurma dan air itu cepat habis.
Ibu Ismail haus dan lapar. Anaknya pun ikut lapar dan haus bersamaan dengan lapar hausnya ibunya. Dia
berguling-
guling
karena kehausan. Ibu Ismail tidak tega melihatnya. Kondisi itu mendorongnya untuk
mencari sesuatu yang bisa menghapus
rasa hausnya dan menghidupi dirinya.
Ibu Ismail melihat Shafa, bukit
paling dekat dengannya. Jika seseorang ingin mengetahui apa yang ada di
sekelilingnya, maka dia akan naik ke tempat
yang tinggi agar bisa leluasa memandang
dan mencari apa yang dia inginkan. Ibu
Ismail naik ke Shafa. Dia memandang dengan cermat. Tak seorang pun terlihat. Maka dia turun ke lembah untuk
menuju bukit lain yang dekat, yaitu
Marwah. Dia naik ke Marwah. Dia melihat
seperti yang dia lakukan di bukit Shafa. Tak ada yang membantunya, tak ada yang menolongnya. Begitulah dia
mondar-mandir di antara Shafa dan Marwah sampai tujuh
kali.
Pada saat dia mondar-mandir itu, dia
menyempatkan diri menengok
anaknya, untuk menghilangkan rasa cemas dan mengetahui keadaannya. Kemudian dia meneruskan mondar-mandir.
Inilah sa'i pertama di antara bukit Shafa dan Marwah. Dan sa'i yang pertama kali dilakukan oleh Hajar ini
menjadi salah satu syiar ibadah haji
dan umrah. "Sesungguhnya Shafa dan
Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka
tidak ada dosa baginya mengerjakan
sa'i antara keduanya." (QS. AlBaqarah: 158)
Setelah putaran ketujuh dia mendengar
suara. Dia mencermatinya.
Dia berkata kepada dirinya, "Diamlah." Sepertinya dia ingin agar bisa
mendengar sejauh mungkin. Ternyata suara itu terdengar oleh telinganya untuk
kedua kalinya. Dia berkata kepada
sumber suara itu, "Aku telah mendengar
suaramu, jika kamu berkenan untuk menolong." Dia meneliti sumber suara itu. Dia melihat, ternyata suara
itu berasal dari putranya. Ternyata
Malaikat Allah, Jibril, sedang memukulkan
tumitnya atau sayapnya ke tanah di tempat Zamzam. Air pun memancar. Ibu Ismail telah mencari air dari atas bukit-bukit
yang tinggi, lalu Allah mengeluarkan air
untuknya dari bawah kaki putranya yang
masih bayi. Tentu kebahagiaan ibu Ismail sangatlah besar sekali. Tidak ada air, itu berarti kematian untuknya
dan putranya. Memancarnya air adalah
kehidupannya dan kehidupan putranya
beserta kehidupan lembah di mana dia tinggal.
Menurut pengamatanku, Jibril menjelma
dalam bentuk seorang laki-laki,
sehingga Hajar melihatnya dan berbicara kepadanya dan dia pun berbicara kepada Hajar. Sebagaimana Jibril
juga pernah menjelma menjadi
seorang laki-laki pada masa Rasulullah
Shallallahu โalaihi wa Salam dan dilihat oleh para sahabat, dan mereka pun mendengarkan ucapannya. Hal
ini berdasarkan kepada bukti bahwa
Rasulullah Shallallahu โalaihi wa
Salam tidak pernah melihat Jibril dalam bentuk aslinya seperti yang diciptakan oleh Allah kecuali dua kali.
Pada kali pertama Rasulullah
Shallallahu โalaihi wa Salam sangat ketakutan.
Ibu Ismail, karena didorong oleh
insting untuk mengumpulkan air dan menjaga persediaannya sebanyak mungkin, maka
dia membendung air itu hingga dia bisa
mengisi kantong airnya. Seandainya
dia membiarkannya mengalir dan berjalan, niscaya ia akan menjadi mata air yang mengalir. Tentang hal
ini Rasulullah Shallallahu โalaihi wa
Salam bersabda, "Semoga Allah memberi
rahmat kepada ibu Ismail. Seandainya dia membiarkan Zamzamโ โatau beliau bersabda, "Tidak menciduk
air-โ niscaya zamzam menjadi mata air yang
mengalir."
Allah memberikan air kepada ibu Ismail untuk menghapus dahaganya, dan air susunya kembali
menetes. Dia pun bisa menyusui putranya. Malaikat menenangkannya,
"Jangan takut terlantar."
Malaikat menyampaikan berita gembira kepadanya, bahwa bayinya akan membangun Baitullah bersama ayahnya
dan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan keluarganya.
Allah menyempurnakan nikmat kepada Ismail dan ibunya. Maka datanglah orang-orang ke lembah itu
untuk menetap. Ibu dan Ismail
pun mulai kerasan. Keterasingan sedikit demi sedikit mulai lenyap. Sekelompok orang dari suku Jurhum
melewati daerah di dekat mereka.
Mereka singgah di Makkah bagian bawah.
Mereka melihat seekor burung berputar-putar di udara.
Mereka mengetahui bahwa
berputar-putarnya burung itu tidak lain karena di daerah itu terdapat air. Karena jika
tidak ada air, maka burung itu akan terus
berlalu dan tidak berhenti. Burung yang
berputar-putar di udara seperti yang mereka saksikan itu adalah burung yang mengitari air dan
mendatanginya. Hanya saja,
mereka tetap meragukan perkiraan mereka sendiri, karena mereka mengenal betul daerah tersebut, sebuah lembah
tanpa air dan tanpa penghuni.
Untuk memastikannya, mereka mengutus seseorang dari kalangan
mereka. Utusan itu kembali dengan
menyampaikan apa yang dilihatnya kepada mereka. Mereka pergi kepada ibu Ismail. Dengan mata kepala
mereka sendiri, mereka melihat air
yang memancar dari bebatuan.
Mereka takjub dan meminta ibu Ismail
agar mengizinkan mereka
untuk tinggal bersamanya. Ibu Ismail setuju, dengan syarat bahwa mereka tidak berhak terhadap air. Mereka
hanya boleh minum. Mata air tetap
menjadi hak ibu dan Ismail. Maka mereka
mendatangkan keluarga mereka dan tinggal bersama ibu Ismail.
Ismail tumbuh dengan baik menjadi
seorang pemuda di lingkungan
itu. Seorang pemuda yang giat lagi rajin, diimbangi oleh akhlak mulia dan sifat-sifat luhur. Orang-orang
yang tinggal bersamanya menghormatinya
dan mencintainya. Mereka menikahkannya
dengan gadis mereka.
Ibu Ismail meninggal setelah Ismail
menjadi seorang pemuda, dan
dia pun tenang kepadanya. Kematian adalah akhir kehidupan yang hidup. Lalu Ibrahim datang menengok
anaknya. Dia tidak menemukan Ismail
di rumahnya. Ismail sedang keluar mencari
rizki untuk keluarganya. Istri Ismail mengeluhkan kehidupannya. Manakala Ibrahim bertanya tentangnya,
dia memberitahukan
bahwa mereka hidup dalam keadaan sulit dan sengsara. Ibrahim meminta kepada istri Ismail agar
menyampaikan salamnya kepada Ismail dan berpesan
kepadanya agar dia merubah palang pintu rumahnya.
Istri Ismail tidak tahu bahwa bapak
tua yang singgah padanya adalah
mertuanya. Dia juga tidak tahu jika pesannya yang disampaikan kepada suaminya berisi perintah untuk
menceraikannya. Ismail mentaati pesan bapaknya, dan
istrinya ditalaknya.
Ibrahim melihat wanita tersebut tidak layak menjadi istri seorang Nabi sekaligus Rasul yang
disiapkan untuk memimpin dan mengarahkan serta mendidik keluarga, anak-anaknya
dan orang-orang di sekitarnya. Istri
yang memperpanjang keluhan dan
hobi ngedumel tidak mungkin menjadi penopang suami yang memikul tugas-tugas besar.
Ketika Ibrahim kembali lagi, dia bertemu dengan seorang
wanita yang
lain dari sebelumnya. Ibrahim rela putranya menikah dengannya dan meminta anaknya agar mempertahankannya.
Ibrahim bertanya tentang kehidupan mereka. Istri
Ismail menjawab, "Segala puji
bagi Allah, kami dalam kebaikan dan kemudahan."
Ibrahim bertanya tentang makanan dan minuman mereka. Dia menjawab, "Daging dan air." Maka
Ibrahim mendoakan keberkahan kepada
mereka pada daging dan air.
Seandainya mereka mempunyai biji-bijian yang mereka makan, niscaya Ibrahim akan mendoakannya
juga sebagaimana yang disampaikan
oleh Rasulullah Shallallahu โalaihi wa Salam.
Rasulullah Shallallahu โalaihi wa Salam
menyampaikan bahwa di antara
keberkahan doa Ibrahim adalah, bahwa penduduk Makkah tetap hidup sehat walau hanya makan daging dan
minum air. Padahal, selain mereka bisa berakibat
celaka jika hanya makan daging dan air
saja.
Untuk ketiga kalinya Ibrahim datang
mengunjungi anaknya dan mencari
tahu tentang beritanya. Ibrahim mendapatkannya di rumah sedang duduk meraut anak panah di bawah pohon
itu, pohon di mana dulu Ibrahim
meninggalkannya dengan ibunya pada
saat mereka datang pertama kali di tempat itu. Ismail bangkit kepadanya. Keduanya melakukan apa yang biasa
dilakukan oleh ayah kepada anaknya dan anak kepada
ayahnya yang lama tidak bertemu.
Mereka saling memberi salam, berangkulan,
berjabat tangan, dan lain sebagainya. Ibrahim menyampaikan perintah Allah kepadanya, agar membangun
Baitul Haram dan bahwa Dia memerintahkan Ismail untuk
membantunya.
Maka Ismail bersegera melaksanakan
perintah Allah.
Ibrahim membangun Baitullah dengan bantuan Ismail. Sambil membangun keduanya berdoa, "Ya Tuhan kami,
terimalah dari kami (amal kebaikan kami). Sesungguhnya
Engkau Maha Mendengar lagi Maha mengetahui." (QS.
AlBaqarah: 127)
PELAJARAN-PELAJARAN DAN FAEDAH-FAEDAH HADITS
- Kisah ini mengandung banyak informasi dan fakta yang tidak mungkin kita ketahui seandainya Rasulullah Shallallahu โalaihi wa Salam tidak memberitahukannya kepada kita. Informasi-informasi berharga tentang nenek moyang yang mulia, tentang tumbuhnya kota suci, tentang pembangunan Baitul Atiq, dan lain sebagainya.
- Ketaatan Ibrahim kepada perintah Allah agar membawa istri dan anaknya ke tempat itu, walaupun perkaranya sedemikian sulit atas dirinya. Seorang hamba bisa jadi membenci sesuatu, sementara kebaikan tersimpan di dalamnya; dan dia bisa jadi menyukai sesuatu, padahal itu buruk baginya.
- Allah menjaga dan melindungi para walinya sebagaimana Dia telah menjaga Hajar dan Ismail manakala Ibrahim meninggalkannya di tempat itu.
- Berserah diri kepada perintah Allah tidak menafikan usaha seorang hamba dalam perkara yang mengandung kebaikannya. Hajar mencari sesuatu yang bisa menjaga kelangsungan hidupnya dan hidup putranya, walaupun dia berserah diri kepada perintah Allah.
- Kemampuan Allah mengeluarkan air dari batu yang tuli, seperti Dia mengeluarkan air Zamzam.
- Perhatian dan nasihat bapak kepada anak tentang sesuatu yang menurutnya baik bagi anaknya. Ibrahim selalu mengunjungi anaknya untuk mengetahui kondisi dan keadaannya dan mengarahkan kepada sesuatu yang baik baginya.
- Ngedumel karena minimnya rizki dan sulitnya hidup bukan termasuk akhlak orang-orang shalih. Ibrahim membenci sifat ngedumel dari istri Ismail akan beratnya kehidupannya bersama Ismail. Sebaliknya, sabar atas minimnya bekal dan sikap syukur atas nikmat Allah termasuk akhlak orang-orang shalih. Oleh karena itu, Ibrahim memuji istri Ismail yang ridha dan bersyukur.
- Doa orang shalih agar makanan dan minuman menjadi berkah, sebagaimana Ibrahim mendoakan daging dan air bagi penduduk Makkah agar menjadi berkah.
- Menampakkan perasaan bahagia dan senang pada waktu bertemu orang yang dicintai. Mengungkapkannya dengan sikap seperti yang dilakukan oleh Ibrahim dan Ismail ketika keduanya bertemu.
- Ismail adalah seorang pemanah yang mahir dan pemburu yang ahli. Rasulullah Shallallahu โalaihi wa Salam bersabda kepada sahabat-sahabatnya, "Wahai Bani Ismail, panahlah karena bapak kalian adalah seorang pemanah."
- Saling tolong menolong di antara anggota keluarga dalam berbuat kebaikan, sebagaimana Ismail membantu bapaknya membangun Ka'bah.
- Bakti Ismail kepada bapaknya. Dia taat kepada ayahnya untuk menceraikan istri pertamanya dan menahan istri keduanya. Jika ayah yang meminta mentalak istri dengan pertimbangan-pertimbangan Islamiah seperti Ibrahim, maka anak tidak boleh menolak.
- Ismail adalah bapak orang Arab Musta'ribah, yaitu Arab Hejaz. Adapun kabilahโkabilah Himyar, yaitu Yaman, maka mereka kembali kepada Qahthan. Orang-orang Arab sebelum Ismail dikenal dengan sebutan orang Arab Aribah, dan mereka terdiri dari banyak kabilah. Di antara mereka adalah Ad, Tsamud, Jurhum, Thasm, Jadis dan Qahthan. Kebanyakan dari mereka telah binasa dan punah. Dalam hadits shahih disebutkan bahwa Ismail adalah orang pertama yang mengucapkan bahasa Arab dengan lisan yang jelas ketika dia berumur empat belas tahun.
Disalin dari Kisah-Kisah
Shahih Dalam Al-Qurโan Dan Sunnah karya DR. โUmar Sulaiman al-Asyqor (PDF)
Kisah Nabi Ismail 'Alayhissalam dan Ibunya Hajar
Reviewed by Farhan Aqwamuddin
on
05.12
Rating:

Tidak ada komentar: